Monthly Archives: August 2011

Sidang #2. Sidang Eksepsi

Selamat pagi dan salam sejahtera.

Alhamdulillah, kemarin, Selasa 23 Agustus 2011, saya berkesempatan untuk menjalankan sidang kedua, yaitu sidang eksepsi. Sidang ini dimaksudkan bagi Terdakwa, melalui Tim Kuasa Hukumnya, untuk mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Terdakwa.

Cukup banyak keberatan yang saya ajukan atas dakwaan, dan rasa-rasanya semua sudah tertuang dengan lengkap dalam surat eksepsi. Silahkan klik link dibawah ini untuk melihat surat eksepsi yang dibacakan kemarin:

EKSEPSI_Ir.Eddie Widiono Suwondho,Msc

Tahap berikutnya, yaitu Sidang Tanggapan JPU, Insyallah akan dilangsungkan setelah Lebaran, hari Rabu, 7 September, masih di Tipikor Kuningan.

Sampai hari itu,  saya hanya bisa berdoa untuk selalu diberikan yang terbaik oleh YME.

Kepada Majelis Hakim

Kebingungan saya terhadap dakwaan yang diberikan,

silahkan klik : Surat untuk Majelis Hakim

Penjelasan CIS-RISI PLN Disjaya

A-Z mengenai Customer Information Service – Rencana Induk Sistem Informasi (CIS – RISI) PLN Distribusi Jaya dan Tangerang, dapat dilihat secara lengkap dengan mengklik link dibawah ini :

CIS RISI 1991-2005

Pembahasan Dakwaan CIS RISI

Butir pembahasan

Surat Dakwaan atas Ir. Eddie Widiono

D A K W A A N :

P r i m a i r :

Bahwa Terdakwa Ir. Eddie Widiono Suwondho, Msc. baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Margo Santoso dan Fahmi Mochtar serta bersama-sama pula dengan Gani Abdul Gani, pada hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukan lagi antara bulan September 2000 sampai dengan bulan Mei 2006 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, bertempat di Kantor Pusat PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, Jalan Trunojoyo Blok M Nomor 135, Jakarta Selatan dan di Kantor PT. PLN Persero Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) dan Tangerang, Jalan Mohammad Ridwan Rais Nomor 1 Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya pada tempat-tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 jo Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, secara melawan hukum , yaitu secara bertentangan dengan Anggaran Dasar PT. PLN (Persero) Tahun 1998 yang dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI Tanggal 12 Mei 1998 Nomor 38; Surat Keputusan (SK) Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 038.K/92O/DIR/1998 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di PT. PLN (Persero); SK Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 138.K/010/DIR/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Outsourcing Pelayanan Pelanggan; SK Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : No. 118.K/010/DIR/2004 tentang Penataan Outsourcing di Lingkungan PT. PLN  (Persero); dan SK Direksi PT. P LN (Persero) Nomor : 100.K/010/DIR/2004 tentang Pengadaan Barang /Jasa di lingkungan PT. PLN ( Persero) jo Direksi PT. P LN (Persero) Nomor: 200.K/010/DIR/2004 tentang Penjelasan  Pedoman  Pengadaan Barang /Jasa di lingkungan PT. PLN ( Persero) dalam melaksanakan pengadaan Outsourcing Roll Out CIS – RISI (Customer Information System – Rencana Induk  Sistem Informasi) di PT. PLN (Persero) Disjaya dan Tangerang yang sumber dananya berasal dari Pos Pengolahan Data dan Teknologi Informasi pada Anggaran PLN (APLN) Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2006, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu telah memperkaya diri terdakwa Rp 2.000.000.000,- (Dua milyar rupiah) atau orang lain diantaranya: Margo Santoso Rp 1.000.000.000,- (Satu milyar rupiah) dan Fahmi Mochtar Rp 1.000.000.000,- (Satu milyar rupiah ), dan Ir. Gani Abdul Gani atau PT. Netway Utama sebcsar Rp. 42.189.037.336,59.- (Empat puluh dua milyar seratus delapan puluh  sembilan juta tiga puluh tujuh ribu tiga ratus tiga puluh enam rupiah  dan limapuluh sembilan sen), yang dapat merugikan keuangan negara, yaitu sekurang-kurangnya sebesar Rp. 46.189.037.336,59.- (Empat puluh enam milyar seratus delapan puluh sembilan juta tiga puluh tujuh ribu tiga ratus tiga puluh enam rupiah lima puluh sembilan sen), yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Terdapat 2 SK Direksi yang disebutkan dalam dakwaan , yang belum lahir ketika proses pengadaan kontrak ini tengah berlangsung yakni :

  • SK Direksi PT. P LN (Persero) Nomor : 100.K/010/DIR/2004 tentang Pengadaan Barang /Jasa di lingkungan PT. PLN ( Persero) jo SK Direksi PT. P LN (Persero) Nomor : 200.K/010/DIR/2004 tentang Penjelasan  Pedoman  Pengadaan Barang /Jasa di lingkungan PT. PLN ( Persero) dalam melaksanakan pengadaan Outsourcing Roll Out CIS – RISI

1. Terdakwa selaku Direktur Pemasaran dan Distribusi (Dirsar) PT.PLN yang menjabat sejak tahun 1998 telah mengetahui bahwa PT.PLN Disjaya dan Tangerang telah bekerjasama dengan Politeknik ITB Bandung sejak tahun 1994 untuk membuat dan  mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pelanggan – Rencana Induk Sistem Informasi (SIMPEL RISI) yang memiliki fungsi dan fitur mencakup : (i) Fungsi pelayanan pelanggan, (ii) Fungsi pembacaan meter, (iii) Fungsi proses rekening, (iv) Fungsi distribusi dan posting rekening, (v) Fungsi penagihan, dan (vi) Fungsi pemutusan sementara dan penanganan tunggakan, sesuai dengan Pedoman dan Petunjuk Tata Usaha Pelanggan Manual (TUL-MAN) dalam Lampiran Keputusan Direksi No. 021.K/0599/DIR/1995 tanggal 23 Mei 1995.

 Tanggapan:

Sebelum menjabat Dirsar EW bertugas di PT. PLN PJB I sebagai Direktur Niaga dan Pengembangan Usaha sampai 1998, sehingga tidak terkait dengan kontrak pengembangan SIMPEL – RISI, tidak mempunyai akses untuk mengikuti masalah ini , tidak pula kenal atau membangun network dengan dunia IT PLN.

Saat menjadi Dirsar tahun 1998, kontrak-kontrak Politeknik ITB dengan Disjaya telah memasuki tahap akhir. Tidak ada masalah kontrak yang dibawa ke Dirsar. Masalah kontrak Politeknik ITB dengan Disjaya masuk dalam tanggung jawab pembinaan Sistem Informasi di supervisi oleh Divisi Sistim Informasi Direktorat Perencanaan PLN Pusat. EW tidak mempunyai informasi mengenai isi kontrak-kontrak yang dibuat sebelum dia menjadi Dirsar.

2. Terdakwa juga mengetahui bahwa melalui perjanjian kerjasama antara PT. PLN Disjaya dan Tangerang dengan Politeknik ITB dan perubahan-perubaliannya, aplikasi SIMPEL RISI tersebut pada tahun 1999 berhasil diimplementasikan di 9 (sembilan) lokasi dalam wilayah PT. PLN Disjaya dan Tangerang, yaitu : Kantor Disjaya dan Tangerang; Kantor Cabang Gambir, Kantor Cabang Tangerang, Kantor Rayon Cempaka Putih, Kantor Rayon Kyai Tapa, Kantor Rayon Cengkareng, Kantor Rayon Serpong, Kantor Rayon Cikupa dan Kantor Rayon Sepatan, yang mana Ir. Gani Abdul Gani salah seorang tenaga Dosen di Politeknik ITB diikutsertakan dalam mengerjakan aplikasi tersebut.

Tanggapan:

EW tidak kenal dekat dengan GAG, ia juga tidak pernah bekerjasama dengan ybs, EW tidak terlibat dalam kegiatan GAG maupun politeknik ITB dalam kaitan dengan kontrak-kontrak Politeknik ITB dengan Disjaya maupun kaitannya dengan Bank Dunia.  

3. Terdakwa pada sekitar bulan September 2000 bersepakat dengan Gani Abdul Gani untuk merencanakan implementasi aplikasi SIMPEL RISI yang sudah ada tersebut di seluruh Kantor Cabang/Rayon PT. PLN Disjaya dan Tangerang melalui perjanjian kerjasama antara PT. PLN Disjaya dan Tangerang dengan PT. Netway Utama yang mana Ir. Gani Abdul Gani adalah Direktur Utama (Dirut), dan selanjutnya meminta Ir. Gani Abdul Gani membuat proposal serta melakukan presentasi lerlebih dahulu di PT. PLN Disjaya dan Tangerang.

 Tanggapan:

Tidak pernah ada ada kesepakatan antara EW dan GAG untuk merencanakan implementasi SIMPEL RISI, rencana itu sudah ada sejak 1997 seperti tertera dalam Aide Memoire Bank Dunia dan diperjelas dengan nota dinas KDIVSI no .. tahun 1998 kepada Dirren.

Tidak ada kesepakatan antara EW dan GAG mengenai perjanjian kerjasama antara PLN Disjaya dan Tangerang dengan Netway, terbukti setelah mendapat usulan PLN Disjaya melalui surat No.. Des 2000 EW tidak menyetujui usulan Disjaya tersebut dan  membalas dengan surat No. .. Tgl 15 Januari 2001 yang mengarahkan bentuk kerjasama, bukan Joint Company PLN Disjaya-Netway, tetapi Joint Venture Anak  Perusahaan PLN dengan Netway.

EW tidak pernah meminta GAG membuat proposal, proposal yang diserahkan berbahasa Inggris padahal Netway perusahaan Indonesia dan korespondensi dengan PLN dalam bahasa Indonesia. Patut diduga bahwa proposal tsb disiapkan sebelumnya untuk menindak lanjuti rencana roll out yang dibiayai Bank Dunia tahun 1999 sehingga disusun dlm bahasa Inggris untuk memenuhi persyaratan Bank Dunia.

4. Atas kesepakatan tersebut, Ir. Gani Abdul Gani mempersiapkan proposal kegiatan Outsourcing Roll Out CIS RISI di PT PLN Disjaya dan Tangerang yang pelaksanaannya direncanakan selama 5 ( lima ) tahun ( multiyears ) dengan asumsi biaya sebesar Rp 905.608.262.568,00 ( Sembilan ratus lima milyar enam ratus delapan juta dua ratus enam puluh dua ribu lima ratus enam puluh delapan rupiah ) dan kemudian mempresentasikannya dihadapan Margo Santoso selaku General Manajer (GM) PT. PLN  Disjaya dan Tangerang serta beberapa pejabat di PT. PLN Disjaya dan Tangerang, yang mana hasil presentasi tersebut dilaporkan Margo Santoso kepada terdakwa.

 Tanggapan:

Netway mengajukan proposal atas inisiatif sendiri, sudah benar bahwa proposal diajukan ke PLN Disjaya sebagai user. Berdasarkan SK 075/2000 pengadaan seberapapun nilainya merupakan tanggung jawab GM dan tidak memerlukan persetujuan Direksi. MS melaporkan proposal tersebut karena aspek multiyears, dan aspek Outsourcing Solutions yang merupakan kebijakan strategis yang memerlukan persetujuan Direksi.

5. Terdakwa pada sekitar pertengahan bulan September 2000 bertempat diruang rapat Direktur Pemasaran PT. PLN mengundang Gani Abdul Gani untuk mempresentasikan kembali proposal rencana kerjasama Roll Out CIS RISI tersebut di hadapan terdakwa dan beberapa pejabat PT. PLN Pusat serta PT. PLN Disjaya dan Tangerang, yang mana kemudian Terdakwa menyetujui proposal tersebut dengan meminta Gani Abdul Gani mengajukan penawaran ke PT. PLN Disjaya dan Tangerang, selain itu terdakwa memerintahkan Margo Santoso melakukan kajian atas proposal PT Netway Utama yang diajukan Gani Abdul Gani serta melaporkan hasilnya langsung kepada terdakwa.

 Tanggapan:

Kehadiran GAG dalam rapat diruang rapat Dirsar adalah dalam rangka tindak lanjut proposal yang telah disampaikan ke GM Disjaya, jadi tidak diundang secara khusus melainkan bersama GM Disjaya. Presentasi seperti yang dilakukan GAG adalah salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh Direktorat  Pemasaran dalam kaitannya sebagai ujung tombak kerjasama dengan investor swasta yang di amanatkan RUPS.

Tidak ada kesimpulan rapat yang menyetujui proposal, karena rapat tersebut memang lebih banyak merupakan sarana pengenalan konsep-konsep yang ditawarkan oleh investor.

Tidak ada komitmen apapun dari PLN yang diberikan melalui rapat itu.

6. Memenuhi permintaan terdakwa tersebut, pada tanggal 27 September 2000 Gani Abdul Gani menyampaikan surat penawaran PT. Netway Utama Nomor NET.DIR/1/0019/IX/2000 kepada GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang yang tembusannya ditujukan kepada terdakwa, selanjutnya Margo Santoso melaporkan hasil kajian atas proposal dan surat penawaran PT. Netway Utama kepada terdakwa dengan surat Nomor : 1308/061/D.IV/2000 tanggal 6 Oktober 2000 yang isinya memohon ijin untuk mengirimkan  Letter of Intent kepada PT. Netway Utama terkait permintaan konfirmasi formal dari PT. PLN Disjaya dan Tangerang dalam bentuk Pernyataan Minat (Letter of Intent ) agar dapat mempersiapkan pembahasan ruang lingkup pekerjaan (scope of works), kesepakatan tingkat layanan ( service level agreement ) dan model pembiayaan (financial model).

 Tanggapan:

Surat Nomor NET.DIR/1/0019/IX/2000  setahu EW bukan surat penawaran, melainkan surat permintaan agar Disjaya membentuk Tim untuk menangani persiapan negosiasi , sekaligus minta dikeluarkannya surat konfirmasi formal. GM Disjaya telah dilengkapi dengan SKU  (Surat Kuasa Umum) sehingga mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan surat keputusan pembentukan tim serta konfirmasi formal tanpa harus melalui persetujuan Direksi. Tidak ada ketentuan yang dilanggar bila Disjaya mengeluarkan surat konfirmasi formal tanpa ijin Direksi karena sifatnya tidak mengikat. Lain halnya bila yang dikeluarkan adalah Letter of Intent ( dengan huruf besar di awal ), pengertian baku dari LoI adalah suatu keterikatan dari si pembuat surat, sekurang-kurangnya secara moril. LoI biasanya dikeluarkan setelah negosiasi selesai dan tinggal memerlukan ratifikasi dari atasan atau lembaga yang diberi kekuasaan untuk memberi persetujuan. EW merasa bahwa belum ada kesepakatan yang perlu diformalkan karena bentuk proposalnya masih jauh dari sempurna, karena itu tidak bersedia memberi persetujuan keluarnya LoI.

7. Terdakwa tanpa sepengetahuan dan persetujuan Direksi PT. PLN Pusat memerintahkan Aziz Sabarto membuat surat Nomor : 4323/060/DITSAR/2000 Tanggal 13 Oktober 2000 ditujukan kepada GM PT.PLN Disjaya dan Tangerang yang isinya memberikan ijin kepada PT. PLN Disjaya dan Tangerang untuk menempuh cara outsourcing terkait rencana implementasi CIS RISI di PT. PLN Disjaya dan Tangerang serta memerintahkan mempersiapkan anggarannya dengan sasaran implementasi Januari 2001 padahal di dalam surat yang diajukan GM PT.PLN Disjaya dan Tangerang kepada terdakwa tidak ada permintaan ijin menempuh cara Outsourcing .

 Tanggapan:

Surat Disjaya no : 1308/06l/D.IV/2000 tanggal 6 Oktober 2000 mempunyai judul perihal : CIS Outsourcing Solution dan menyebutkan kalimat sbb : Guna meningkatkan kinerja perusahaan dengan sistem outsourcing serta adanya proposal CIS Outsourcing Solution………..”, dsb. Padahal sampai saat itu belum pernah secara formil ada ijin menempuh pola outsourcing untuk unit-unit distribusi, hal mana merupakan keputusan strategis yang merupakan kewenangan direktur terkait. Sebagai Dirsar adalah tanggung jawab EW untuk membuat kebijakan dibidang Distribusi menyangkut Pelayanan Pelanggan dan Pengembangan Usaha, dan membuat surat yang menyangkut kebijakan dalam tanggung jawabnya tidak memerlukan persetujuan Direksi. Ijin menempuh pola outsourcing ini merupakan ijin prinsip awal, implementasinya masih akan memerlukan perijinan lebih jauh misalnya aspek anggaran harus masuk dalam RKAP dan disetujui RUPS, aspek kerjasama operasi ( KSO ) memerlukan ijin RUPS, kontrak dengan OSCO memerlukan ijin multiyears juga dari RUPS.

8. Selanjutnya, Margo Santoso pada tanggal 2 Oktober 2010 membentuk Tim Evaluasi Outsourcing Sistem Penunjang Kinerja Perusahaan (EOSPKP) yang diketuai oleh Dodoh Rahmat dengan SK GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang Nomor 121.K/021/PD.IV/2000 untuk melakukan penelitian terhadap proposal PT. Netway Utama dan mengarahkan Tim EOSPKP agar mendukung keinginan terdakwa untuk mewujudkan rencana Outsourcing  implementasi CIS RISI tersebut, sehingga Tim EOSPKP dalam laporannya merekomendasi usulan implementasi CIS RISI dengan pola kerjasama antara PT. PLN Disjaya dan Tangerang dengan PT. Netway Utama dalam bentuk perusahaan bersama (Outsourcing Company ) untuk jangka waktu selama 5 ( lima ) tahun dengan biaya sebesar Rp 905.608.262.568,00 (Sembilan ratus lima milyar enam ratus delapan juta dua ratus enam puluh dua ribu lima ratus enam puluh delapan rupiah) sesuai dengan proposal PT. Netway Utama, padahal Tim tidak pernah melakukan evaluasi terhadap kualifikasi perusahaan, reputasi dan pengalaman kesuksesan PT. Netway Utama.

 Tanggapan:

Tim EOSPKP dibentuk oleh GM Disjaya atas inisiatif ybs dengan kewenangan yang ada padanya. Tim ini adalah tim internal Disjaya. Laporan Tim, yang kami baca dalam kaitan perkara ini, tidak merekomendasikan biaya seperti dituduhkan diatas, Tim mencantumkan dalam kesimpulannya bahwa pembentukan Joint Company OSCO secara rasional adalah baik, tetapi juga mencantumkan bahwa Tim tidak melakukan kajian evaluasi terhadap kualifikasi perusahaan, reputasi dan pengalaman kesuksesan PT. Netway Utama. Apabila rencana Outsourcing diteruskan Tim merekomendasikan pembentukan tim Negosiasi untuk mengkaji kewajaran harga.

9. Terdakwa pada sekitar bulan Januari 2001 kembali mengundang Ir. Gani Abdul Gani untuk melakukan presentasi atas penawaran PT. Netway Utama di Kantor PT. PLN Pusat yang dihadiri terdakwa, beberapa pejabat PT. PLN Pusat bidang Pemasaran dan Distribusi serta bidang Teknologi, pejabat PT. PLN Disjaya dan Tangerang antara lain : Margo Santoso dan Dodoh Rahmat dan pejabat PT. Netway Utama, setelah penyampaian presentasi kemudian terdakwa menyatakan bahwa “Ini adalah peluang bagi PLN dalam memenuhi kebutuhan sistem informasi pelanggan yang terintegrasi dengan resiko kegagalan yang ditanggung oleh PT. Netway Utama”, selanjutnya terdakwa dalam beberapa kesempatan rapat di Kantor Pusat PT. PLN yang juga dihadiri Margo Santoso dan Dodoh Rahmat menegaskan bahwa “secara teknis proposal PT. Netway Utama merupakan peluang bisnis yang menarik dan dapat menguntungkan kedua belah pihak dengan kerjasama dalam bentuk joint  investment project atau joint  venture company dalam mengembangkan sistem pelayanan pelanggan dan lawaran PT. Netway Utama sudah dikenal di PLN Disjaya dalam mengerjakan SIMPEL RISI sebagai pelaksana atas kontrak Politeknik ITB dengan PT. PLN Disjaya”. 

Tanggapan:

EW tidak ingat ada rapat tsb. Kemungkinan rapat itu adalah rapat membahas arahan EW melalui surat no. 36/160/DITSAR/2001 tanggal 15 Jan 2001. Seperti dijelaskan dalam BAP – EW tanggal 18 Maret 2001 butir 28;  tanggal 18 April 2001 butir 65; tanggal 28 April 2001 butir 89, surat itu merupakan arahan Dirsar yang bersifat menahan kemajuan negosiasi CIS-RISI karena surat GM Disjaya no. 2762/060/D.IV/2000 tanggal 21 Des. 2000 tidak memperhatikan surat Dirsar sebelumnya yaitu surat no. 4323/060/DITSAR/2000 tgl 13 Oktober, khususnya menyangkut perencanaan dan syarat sosialisasi. Model  bisnis yang diajukan juga tidak jelas, karena usul Joint Company Netway-Disjaya mengerjakan outsourcing di Disjaya mempunyai aroma conflict of interest yang tidak sesuai GCG. Tanpa sosialisasi yang cukup GM Disjaya membuat suatu usulan pekerjaan dalam jumlah 900 milyar rupiah melalui surat terbuka lebih menimbulkan reaksi dari pihak-pihak lain.  

10. Terdakwa pada tanggal 15 Januari 2001 menerbitkan surat Nomor 36/160/DITSAR/2001 ditujukan kepada GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang yang isinya antara lain memerintahkan agar PT. PLN Disjaya dan Tangerang melanjutkan negosiasi dengan PT. Netway Utama serta  menugaskan Tim IBP ( Industrial Best Practice Program ) CIS di PT. PLN Pusat sebagai pengarah teknis, untuk memenuhi perintah terdakwa tersebut Margo Santoso pada tangal 24 Januari 2001 menerbitkan SK Nomor : 004.K/021/PD.IV/2000 yang memperbaharui susunan Tim Pengarah dalam Tim EOSPKP.

 Tanggapan:

Penjelasan terhadap surat 15 Januari, sesuai butir 10. Masuknya tim pengarah dari PLN Pusat adalah karena perbedaan pendapat mengenai seperti apa CIS – IBP, Tim pengarah PLN Pusat berasal dari Tim CIS – IBP yang telah cukup jauh merumuskan bentuk CIS – IBP yang dikehendaki PLN.

11. Terdakwa pada sekitar bulan Februari 2001 dalam pertemuan di Ruang Rapat Dirsar PT. PLN Pusat yang dihadiri antara lain : Azis Sabarto, Sunggu Aritonang, Supanca, Margo Santoso, Dodoh Rahmat, Pandu Angklasito dan Antoni Diwono memerintahkan agar CIS Outsourcing yang ditawarkan PT. Netway Utama diimplementasikan sesegera mungkin, selanjutnya Margo Santoso mengarahkan Tim EOSPKP untuk melakukan evaluasi sesuai dengan perintah terdakwa sehingga basil evaluasi Tim EOSPKP akhirnya memberikan pendapat bahwa “PT. Netway Utama cukup beralasan untuk ditunjuk sebagai partner PLN dalam OSCO ( Outsourcing Company ) dan kerjasama CIS Outsourcing  dapat segera dijalankan dengan PT. Netway Utama sambil menunggu terbentuknya OSCO”, kemudian hasil evaluasi tersebut pada tanggal 14 Maret 2001 dilaporkan Margo Santoso kepada terdakwa yang saat itu sudah menjabat Dirut PT. PLN sejak 2 Maret 2001.

Tanggapan:

Adalah tidak mungkin Dirsar memerintahkan proposal CIS Outsourcing Netway diimplementasikan segera, alasannya karena Disjaya tidak berhasil menyelesaikan perencanaannya sehingga terlambat memasukkan program ini kedalam RKAP 2001 untuk disetujui RUPS. Akibatnya harus menunggu koreksi RKAP atau menunggu tahun berikutnya. Dengan keterlambatan ini maka rencana kenaikan TDL 2001 yang tinggal menunggu Keppresnya ditandatangani Presiden, menjadi rentan terhadap penyimpangan karena ketiadaan dukungan dari CIS. Apalagi dengan pengangkatan EW sebagai Dirut jabatan Dirsar lowong, menunggu mutasi Ir.Tunggono dari Dirops menjadi Dirsar.

12. Terdakwa pada sekitar bulan Mei 2001 mengadakan beberapa kali rapat dengan jajaran Direksi yang juga dihadiri pejabat PT. PLN Disjaya dan Tangerang antara lain : Margo Santoso, Antoni Dewono dan Dodoh Rahmat untuk membahas pelaksanaan kerjasama Outsourcing Roll Out CIS RISI antara PT. PLN Disjaya dan Tangerang dengan PT. Netway Utama, yang mana dalam rapat tersebut Hardiv Harris Situmeang selaku Direktur Perencanaan menyarankan agar pekerjaan Outsourcing Roll Out CIS RISI dilakukan melalui proses tender sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, namun terdakwa tetap berkeinginan mempertahankan penunjukan PT. Netway Utama sebagai partner kerjasama PT PLN Disjaya dan Tangerang dalam pekerjaan Outsourcing Roll Out CIS RISI dengan memerintahkan Margo Santoso melanjutkan proses negosiasi dan membuat kajian hukum dalam rangka mendukung proses penunjukan langsung.

 Tanggapan:

Rapat bulan Mei 2001 adalah rapat untuk mencari kesepahaman bagaimana Direksi menentukan sikap atas usulan PLN Disjaya mengenai rencana CIS Outsourcing di Disjaya. Tidak benar bahwa Dirren menyarankan agar pekerjaan Outsourcing Roll Out CIS RISI dilakukan melalui proses tender. Dirren/VP IT mengusulkan agar langsung menenderkan CIS IBP.  Hal ini disetujui dan tim CIS IBP tengah bekerja untuk itu, tetapi karena akan merupakan tender internasional dengan sumber dana dari Bank Dunia, maka  baru akan dapat di implementasikan tahun 2004-2005. Problemnya adalah apa yang harus dilakukan selagi menunggu CIS IBP itu karena integritas pengamanan pendapatan PLN Disjaya diragukan sehubungan dengan problem kegagalan rekonsiliasi ditahun 2000.

Dirren mengusulkan agar  penunjukan Partner Joint Venture OSCO melalui proses tender,  hal mana merupakan  sesuatu  yang baru karena belum ada dasar aturan penunjukan partner di PLN, dan kebiasaan yang berlaku dalam penunjukan partner di Anak Perusahaan PLN  adalah melalui negosiasi.  ( BAP – EW 27-5-2011 butir 123, 124 ). Tidak ada perintah spesifik kepada GM untuk melakukan kajian hukum, hal itu merupakan inisiatif GM Disjaya setelah mendapat pertanyaan menyangkut aspek hukum dari JV.

13. Atas perintah terdakwa tersebut, Margo Santoso pada tanggal 22 Mei 2001 mengirim surat Nomor : 546/060/D.IV/2001 kepada Kantor Hukum Reksa Paramitra milik Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PT. PLN Persero dan melampirkan dokumen proposal PT. Netway Utama, dengan permintaan agar dilakukan kajian hukum guna mendukung penunjukan PT. Netway Utama sebagai partner kerjasama dalam Outsourcing Roll Out CIS RISI, sehingga pada tanggal 29 Mei 2001 Kantor Hukum Reksa Paramitra menerbitkan Legal Memorandum Pengembangan Proyek Teknologi Informasi pada PT. PLN Disjaya dan Tangerang yang memberikan pendapat bahwa penunjukan langsung PT. Netway Utama sebagai partner dalam kerjasama Outsourcing Roll Out CIS RISI dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham, selanjutnya Margo Santoso melaporkan hasil kajian hukum tersebut kepada terdakwa berikut Berita Acara Pengusulan PT. Netway Utama sebagai Partner dalam Kerjasama Outsourcing Roll Out CIS RISI Nomor : 001.BA/060/TIM-EOSPKP/2001 yang dibuat Tim EOSPKP tanggal 28 Mei 2001.

 Tanggapan:

EW tidak pernah memerintahkan GM Disjaya untuk membuat kajian hukum dan menunjuk Kantor Hukum Reksa Paramitra, hal ini sepenuhnya inisiatif GM Disjaya ( BAP EW 27 Mei 2011, butir 161 – 5).

14. Selain itu, terdakwa juga menerima laporan dari Margo Santoso tentang adanya permintaan Gani Abdul Gani untuk melaksanakan pekerjaan penyesuaian, dukungan operasi dan pemeliharaan aplikasi SIMPEL RISI yang telah terpasang di beberapa lokasi Unit Pelayanan (UP) PT. PLN Disjaya dan Tangerang terkait perubahan Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun 2001, atas laporan tersebut terdakwa memerintahkan Margo Santoso untuk memenuhi permintaan Ir Gani Abdul Gani dengan menunjuk langsung PT. Netway Utama sebagai pelaksana pekerjaan tanpa melalui proses pelelangan sebagaimana diatur di dalam SK Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 038.K/920/DIR/1998 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di PT. PLN ( Persero) sehingga dengan penunjukan langsung tersebut rencana pelaksanaan Outsourcing Roll Out CIS RISI yang akan menunjuk PT. Netway Utama sebagai partner kerjasama terlaksana.

Tanggapan:

EW tidak pernah dilapori adanya permintaan GAG untuk melaksanakan pekerjaan penyesuaian dan  tidak pernah memerintahkan MS untuk memenuhi permintaan GAG tersebut. Penunjukan langsung untuk pekerjaan Penyesuaian, Dukungan Operasi dan Pemeliharaan Aplikasi Simpel Risi  sepenuhnya berada dalam kewenangan operasional GM Disjaya. Kalau MS membutuhkan petunjuk direksi untuk hal itu, sesuai SOP, MS harus menghubungi Direktur Pemasaran (Ir. Tunggono) dan bukan Dirut. Tidak ada surat menyurat atau dokumen yang menyatakan bahwa EW memerintahkan penunjukkan langsung Penyesuaian, Dukungan Operasi dan Pemeliharaan Aplikasi SIMPEL RISI maupun 5 ( lima ) Penunjukkan Langsung berikutnya ke Netway .

15. Selanjutnya Margo Santoso bersama Gani Abdul Gani pada tanggal 4 Juli 2001 menandatangani Surat perjanjian kerjasama No. 135.1 PJ/061 D.IV/2001 dengan nilai Rp 8.580.000.000,- ( delapan milyar lima ratus delapan puluh juta rupiah) untuk jangka waktu pekerjaan dari tanggal 14 Juni 2001 s/d 13 Maret 2002, selain itu juga menandatangani beberapa perjanjian lain terkait penyesuaian TDL, yaitu :

  • Surat perjanjian kerjasama No.050.1 PJ/061/D.IV/2002 tanggal 14 Maret 2002 dengan nilai Rp 4.395.000.000,- (Empat milyar tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah) untuk jangka waktu pekerjaan dari tanggal 14 Maret 2002 s/d 13 Desember 2002.
  • Surat perjanjian kerjasama No. 242.1 PJ/061/D.IV/2001 tanggal 30 Juli 2001 dengan nilai Rp 2.061.026.000,- ( Dua milyar enam puluh satu juta dua puluh enam ribu rupiah) untuk jangka waktu pekerjaan dari tanggal 25 Juli 2002 s/d 25 Desember 2002.
  • Surat perjanjian kerjasama No.576 PJ/061/D.IV/2001 tanggal 27 Desember 2002 dengan nilai Rp 5.992.067.000,- (Lima milyar sembilan ratus sembilan puluh dua juta enam puluh tujuh ribu rupiah) untuk jangka waktu pekerjaan dari tanggal 27 Desember 2002 s/d 26 September 2003.
  • Surat perjanjian kerjasama No.025.3 PJ/061/D.IV/2003 tanggal 23 Januari 2003 dengan nilai Rp 1.925.688.000,- ( Satu milyar sembilan ratus dua puluh lima juta enam ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) untuk jangka waktu pekerjaan dari tanggal 27 Januari 2003 s/d 28 Juli 2003.
  • Surat perjanjian kerjasama No.323.A PJ/061/D.IV/2003 tanggal 29 September 2003 dengan nilai Rp 3.993.037.000,- ( Tiga milyar sembilan ratus sembilan puluh tiga juta tiga puluh tujuh ribu rupiah) untuk jangka waktu pekerjaan dari tanggal 29 September 2003 s/d 29 Maret 2004.

Tanggapan:

Seperti butir 14 diatas, EW tidak pernah memerintahkan penunjukan-penunjukan langsung ini, ( BAP EW 27 Mei 2011, butir 161 – 2), tidak pernah ada surat menyurat ataupun rapat-rapat dengan Dirut PLN mengenai hal ini.

16. Terdakwa pada sekitar tanggal 10 Agustus 2001 menemui Sofyan Djalil selaku Pjs. Komisaris Utama PT. PLN dan Purwanto selaku Sekretaris Dewan Komisaris PT. PLN untuk meminta persetujuan atas usulan pelaksanaan Outsourcing Roll Out CIS RISI di PT. PLN Disjaya dan Tangerang yang menunjuk PT. Netway Utama selaku partner kerjasama, namun Dewan Komisaris meminta agar terdakwa menyampaikan permintaan tersebut dengan penjelasan tertulis, kemudian terdakwa tanpa sepengetahuan Direksi menyampaikan surat Nomor : 2117/061/DIRUT/2001 tertanggal 14 Agustus 2001 yang isinya menjelaskan bahwa proses penunjukan langsung PT. Netway Utama sebagai Partner dalam KSO (Kerja Sama Operasi) telah didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan melampirkan pendapat hukum dari Kantor Hukum Reksa Paramitra.

Tanggapan:

JPU mengabaikan fakta penting yang terjadi sebelum EW menemui  Pak Sofyan Djalil, yaitu bahwa pada tanggal 7 dan 9 Agustus telah diadakan rapat Direksi yang diperluas, yang mengambil keputusan Sikap Direksi atas usulan PLN Disjaya yang telah disampaikan berkali-kali  melalui surat kepada Dirsar dan sekali kepada Dirut. Rapat ini sekaligus juga mengajak Serikat Pekerja untuk mendukung penjelasan yang akan dikeluarkan Direksi kepada Setwapres mengenai surat kaleng ber kop Serikat Pekerja mengenai CIS RISI.

Mengingat fakta bahwa masalah Serikat Pekerja sangat politis maka EW menemui Pjs Komut dan Sekdekom untuk menjelaskan dan menyampaikan langsung ( hand carried ) dokumen-dokumen latar belakang karena surat resminya akan dibuat singkat agar tidak bocor ke media. Dalam dakwaan dikesankan bahwa penjelasan tertulis atas permintaan Dekom, hal mana tidaklah benar. Sebagai Dirut dengan tanggung jawab mengenai GCG tentu disadari bahwa usulan OSCO harus disampaikan secara tertulis dengan penjelasan lengkap kepada Dekom untuk mendapatkan dukungan Dekom sebelum dimintakan persetujuan RUPS.                                        

17. Dewan Komisaris melalui surat Nomor : 109/DK-PLN/2001 tanggal 22 Agustus 2001 memberikan tanggapan antara lain bahwa kajian hukum atas implementasi Outsourcing Roll Out CIS RISI yang ada masih belum komprehensif sehingga perlu dilengkapi dengan kajian aspek kepemilikan, aspek hak milik intelektual dari CIS RISI, aspek harga yang masih terlalu tinggi, aspek jangka waktu pekerjaan dan penjelasan lebih lanjut tentang persyaratan yang telah dipenuhi dalam kaitan penunjukan langsung sebagaimana ketentuan SK Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 038.K/920/DIR/1998.

Tanggapan:

Dekom dalam surat ini masih positif konstruktif, Dekom masih mempertimbangkan pola non-OSCO, Dekom memberi arahan agar harga harus memenuhi kaidah transparan, at cost  dan auditable. Tidak ada kalimat yang mensyiratkan  harga terlalu tinggi karena memang belum membahas aspek harga kontrak. Usulan Direksi baru mengenai pemilihan partner OSCO, belum lagi mengenai harga dan terms kontrak antara OSCO dengan PLN Disjaya.

18. Terdakwa pada tanggal 11 September 2001 mengirimkan surat Nomor 2360/090/DIRUT/2001-R kepada Dewan Komisaris PT PLN yang isinya antara lain menjelaskan bahwa pemilik Intellectual Property Rights (IPR) atas aplikasi CIS RISI adalah PT. Netway Utama dan penunjukan langsung PT. Netway Utama telah sesuai dengan SK Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 038.K/920/I MR/1998, padahal dalam rangka memenuhi permintaan Dewan Komisaris tersebut Margo Santoso baru pada tanggal 13 September 2001 mengajukan surat Nomor : 972/060/D.1V/2001 kepada Kantor Hukum Reksa Paramitra untuk meminta kajian hukum mengenai aspek IPR atas aplikasi CIS RISI dan Penunjukan Langsung PT. Netway Utama.

 Tanggapan:

Kalimat lengkap dalam surat dimaksud adalah sebagai berikut : “Pada dasarnya pemilik IPR adalah Netway namun DISJAYA mempunya hak untuk menyebar luaskan CIS RISI ini di seluruh UP DISJAYA. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat dari legal opininya RSP ………….”. Kalimat ini dituliskan konsisten dengan apa yang disampaikan oleh GM Disjaya didalam rapat Direksi 7 Agustus 2001 yang juga didukung oleh RSP, dan ada  di dalam dokumen catatan rapat . Demikian pula hasil kajian resmi RSP juga konsisten dengan posisi ini.

19. Terdakwa setelah mengirimkan surat permintaan ijin kepada Dewan Komisaris, meminta Gani Abdul Gani mengajukan permohonan pendaftaran ciptaan ke Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Dirjen HAKI) untuk mendukung aspek kepemilikan IPR terkait penunjukan langsung PT. Netway Utama, padahal terdakwa sejak menjabat sebagai Dirsar PT. PLN mengetahui bahwa seluruh hasil implementasi SIMPEL RISI adalah milik PT. PLN Disjaya dan Tangerang sesuai surat perjanjian kerjasama antara PT. PLN Disjaya dan Tangerang dengan Politeknik ITB Nomor : 208.PJ/056/1996/M dan Nomor : 24/SP/Poli-ITB/g/XII/96 tanggal 24 Desember 1996 yang diamandemen sebanyak 4 (empat) kali dan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Nomor: 045.BA/06l/D.IV/2001 tanggal 9 Mei 2001.

 Tanggapan:

EW tidak pernah minta GAG  mengajukan permohonan pendaftaran hak cipta, sepenuhnya adalah inisiatif dari pihak Netway/GAG. Tidak pernah ada pembicaraan mengenai pendaftaran hak cipta antara EW dengan GAG/Netway.

20. Atas permintaan terdakwa, pada tanggal 13 September 2001 Ir Gani Abdul Gani mengajukan permohonan pendaftaran ciptaan kepada Dirjen HAKI atas kepemilikan perangkat lunak PT. Netway dengan menyerahkan Compact Disk (CD) berisi perangkat lunak dengan nama Customer Care Billing System ( CCBS ) dan Buku Manual atau Petunjuk Pengoperasian CCBS yang kemudian pada tanggal 24 Juli 2002 baru diterbitkan Surat Pendaftaran Ciptaan dari Dirjen Haki, padahal seluruh struktur data dan stored procedure dari CD dan isi dari Buku Manual tersebut adalah sama dan identik (bahkan terhadap kesalahan ketikannya) dengan perangkat lunak SIMPEL RISI serta Buku Manual yang dibuat oleh Politeknik ITB dalam rangka memenuhi perjanjian kerjasama dengan PT. PLN Disjaya dan Tangerang sebagaimana tertuang dalam surat perjanjian kerjasama Nomor : 208.PJ/056/1996/M dan Nomor : 24/SP/Poli-ITB/g/XII/96 tanggal 24 Desember 1996.

 Tanggapan:

Ditto 19, EW sama sekali tidak tahu menahu mengenai pendaftaran hak cipta oleh Netway, termasuk apa yang akan didaftarkan.

21. Selain itu, dalam rangka mendukung permintaan kajian hukum dari Kantor Hukum Reksa Paramitra, Gani Abdul Gani merekayasa surat dari Politeknik ITB Nomor : 252.1/N09.R/LL/2001 tanggal 8 Agustus 2001 dan meminta tanda tangan dari Conny Kurniawan Wahyu selaku Pembantu Direktur 1 Bidang Akademik Politeknik ITB Bandung, yang mana surat tersebut menyatakan bahwa pekerjaan SIMPEL RISI sebagaimana surat perjanjian kerjasama antara Politeknik ITB dengan PT PLN Disjaya Nomor : 208.PJ/056/1996/M dan Nomor : 24/SP/Poli-lTB/g/XII/96 tanggal 24 Desember 1996 dikerjakan oleh PT. Netway Utama bersama dengan Politeknik ITB, sehingga Kantor Hukum Reksa Paramitra membuat kajian hukum dengan kesimpulan bahwa Pemilik IPR CIS RISI adalah PT. Netway Utama dan penunjukan langsung PT. Netway Utama sudah sesuai dengan ketentuan SK Direksi PT. PLN Nomor : 038.K7920/DIR/1998, yang kemudian pada tanggal 17 September 2001 kajian hokum tersebut diserahkan kepada terdakwa melalui Margo Santoso guna menjadi dasar penunjukan langsung PT. Netway Utama.

 Tanggapan:

Tidak ada keterlibatan EW dalam pembuatan  surat dari Politeknik ITB Nomor : 252.1/N09.R/LL/2001 tanggal 8 Agustus 2001 . Hal ini murni proses internal  antara Netway dengan Politeknik.

Tidak ada keterlibatan EW dalam proses kajian hukum RSP, RSP membuat opini nya atas dasar profesionalisme ybs,  meskipun ada kerancuan dalam tanggal, opini yang disampaikan konsisten antara penjelasan GM pada rapat direksi 7  Agustus dan isi dari kajian hukum.

22. Sebagai jawaban atas surat terdakwa Nomor : 2360/090/DIRUT/2001-R tanggal 11 September 2001, Dewan Komisaris pada tanggal 28 September 2001 mengirimkan surat Nomor : 123/DK-/PLN/2001-Rhs perihal proyek IT PLN Disjaya yang ditandatangani Sofyan Djalil selaku Pelaksanan Harian Komisaris Utama yang isinya antara lain menyatakan:

  • Biaya dengan pola OSCO terlalu tinggi jika dibandingkan dengan pola Non-OSCO yang telah berhasil dilakukan di UPP Bandung sehingga Dewan Komisaris berpendapat pekerjaan Outsourcing Roll Out CIS RISI sebaiknya dilakukan dengan cara Non-OSCO dengan konsultan dari Politeknik ITB sebagaimana kontrak sebelumnya dan apabila menerapkan kontrak OSCO lebih dari satu tahun harus melalui persetujuan RUPS dan dilakukan dengan cara pelelangan terbuka.
  • Kebijakan penunjukan langsung yang diusulkan Direksi tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam SK Direksi PT. PLN Nomor : 038.K/920/DIR/1998.

Tanggapan:

Surat 123 /DK-PLN/2001-Rhs ini mengagetkan Direksi karena nadanya berubah drastis dari kritis konstruktif menjadi tidak konstruktif  dengan membuat perbandingan dengan UP Bandung Timur  dan mengabaikan argument-argumen yang diajukan Direksi .

Dari surat ini terbaca bahwa Dekom tidak  menganggap penting periode antara 2001 sampai masuknya CIS IBP, padahal periode ini berisi program kenaikan TDL yang sangat dibutuhkan bagi PLN tetapi juga sekaligus rentan terhadap penolakan masyarakat bila ditemukan adanya kebocoran-kebocoran pendapatan PLN. Dekom merujuk pada ITSP dan minta ditenderkan langsung ke CIS IBP dengan mengabaikan kenyataan bahwa komitmen pendanaan Bank Dunia belum pasti dan PLN tidak mempunyai kemampuan anggaran investasi untuk itu. Selain itu dokumen ITSP belum dapat dijadikan produk hukum karena masih memerlukan kajian-kajian lebih lanjut disesuaikan dengan perubahan kondisi usaha PLN. Surat ini menunjukkan bahwa Dekom memilih pendekatan Non-OSCO, dan menggunakan argumen teknis untuk memperkuat pilihannya dengan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan manajemen seperti kemampuan sumberdaya, resiko dan faktor waktu. Butir 6 surat ini menunjukkan bahwa keberatan Dekom bukan pada aspek penunjukan langsungnya, tetapi lebih kepada pola OSCO nya.

23. Terdakwa sampai dengan tanggal 22 Oktober 2001 tidak memberikan jawaban atas surat Dewan Komisaris Nomor : 123/DK-/PLN/2001-Rhs tersebut sehingga Dewan Komisaris kembali mengirim surat Nomor : 132/DK-PLN/2001 tanggal 22 Oktober 2001 yang ditandatangani Endro Utomo Notodisuryo selaku Komisaris Utama, atas surat Dewan Komisaris tersebut terdakwa mengirimkan jawaban dengan surat Nomor: 2971/090/Dirut/2001 tanggal 1 November 2001 yang menyatakan bahwa Proyek Roll Out CIS RISI adalah yang paling memungkinkan pada saat itu dan penunjukan langsung yang dilakukan adalah sudah sesuai dengan ketentuan.

Tanggapan:

Dibutuhkan waktu untuk mencerna dan membahas surat Dekom nomor 123/DK-/PLN/2001-Rhs karena fokus nya melebar dari permintaan dukungan atas keputusan Sidang Direksi 9 Agustus mengenai penunjukan Netway sebagai partner OSCO seolah telah menjadi usulan penunjukan langsung OSCO oleh Disjaya. Perlu diingat bahwa Direksi dan Dekom belum pernah memproses usulan pembentukan Joint Venture sebelumnya, sehingga memang prosesnya tengah mencari bentuk. Peran pihak yang mendukung ITSP atau pihak-pihak yang memancing di air keruh melalui surat-surat kaleng telah mempengaruhi kejernihan pembahasan CIS RISI antara Direksi-Dekom. Direksi mengadakan rapat dengan Disjaya dan DisJabar pada tanggal 3 Oktober untuk melihat dengan jernih perbandingan antara kedua software dan peserta rapat meyakini bahwa CIS RISI lebih baik untuk Disjaya. Surat susulan Komut memberi harapan bahwa Dekom akan kembali pada bahasan pada tataran manajemen dan mencari jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi Disjaya berkenaan dengan program kenaikan TDL dan implementasinya di ibukota.

24. Atas surat terdakwa tersebut, Dewan Komisaris melakukan rapat internal tanggal 7 November 2001 dan rapat konsultasi terbatas antara Dewan Komisaris dengan terdakwa selaku Dirut pada tanggal 8 November 2001 di Hotel Bimasena Jakarta dan menyimpulkan bahwa penjelasan biaya masih belum akurat dan ada discrepansi  antara kontrak awal pengembangan CIS! RISI oleh Politeknik ITB dengan pengembangan software lanjutan dalam rangka Roll Out CIS RISI yang dilakukan oleh pihak lain sehingga Dewan Komisaris belum dapat memberikan persetujuannya.

 Tanggapan:

JPU mengabaikan fakta bahwa justru rapat konsultasi terbatas 8 November 2001 merupakan moment of truth mengenai posisi Dekom . Dalam rapat dimana Dirut dipanggil sendiri tanpa boleh didampingi Direksi lainnya, Komut meminta agar Dirut mencabut usulan OSCO tersebut, dan mengingatkan bahwa Dekom mempunyai kewenangan untuk memberhentikan Direksi. Hal mana dijawab oleh Dirut bahwa Direksi siap melaksanakan arahan Dekom selama hal ini disampaikan secara tertulis, karena usulan Direksi dan surat menyurat sesudahnya disampaikan secara formal dan sesuai prosedur maka seyogyanya demikian pula jawaban Dekom. Hal ini disepakati oleh Pak Sofyan Djalil yang memimpin rapat setelah Komut  meninggalkan rapat.

Notulen rapat ini , yang ditandatangani oleh Pak Sofyan Djalil, menunjukkan bahwa telah disepakati pendekatan non-OSCO ( dinyatakan dalam butir 5 dan butir 7). Dan masih ada hal-hal yang harus diselesaikan oleh Direksi khususnya discrepansi antara kontrak awal pengembangan oleh Politeknik ITB dan pengembangannya oleh Netway, serta metode pengadaan dan pembiayaan hardware dan biaya operasional roll out.

25. Terdakwa tanpa persetujuan dari Dewan Komisaris, pada tanggal 23 November 2001 melalui surat Nomor : 3163/070/Sekper/2001 memberitahukan Margo Santoso selaku  GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang bahwa Dewan Komisaris telah menerima dan mendukung rencana Outsourcing Roll Out CIS RISI dan menyetujui permintaan PT. PLN Disjaya dan Tangerang untuk melanjutkan negosiasi dengan PT. Netway dan meminta Margo Santoso agar melanjutkan proses negosiasi tersebut dengan menyertakan Pejabat Kantor Pusat.

Tanggapan:

Surat nomor  3163/070/Sekper/2001 bukanlah surat persetujuan penunjukan langsung, tetapi surat yang mengkomunikasikan perkembangan terakhir status persetujuan Dekom. Butir 2 surat tersebut diambil dari notulen rapat Dekom, oleh karena komunikasi antara Direksi dan GM adalah sesuatu yang bersifat internal dan rutin maka tidak dibutuhkan persetujuan Dekom untuk hal ini.

Bahwa Dekom mendukung  rencana roll out dinyatakan dalam butir 3 notulen , bahwa negosiasi perlu dilanjutkan merupakan konsekuensi dari notulen butir 5 yang  meminta agar biaya direnegosiasi, sekaligus juga karena adanya perubahan lingkup menjadi hanya software dan implementasinya.

 JPU juga menyebutkan bahwa surat ini memberitahukan Dekom telah menerima dan mendukung, padahal kenyataannya tertulis : “Bahwa pada dasarnya Dekom dapat menerima dan mendukung rencana Roll Out CIS RISI tersebut karena …..dst.”

 JPU menginsinuasikan bahwa seolah surat tersebut memberitakan bahwa secara final Dekom telah setuju, padahal surat tersebut menyatakan masih ada hal-hal yang perlu diselesaikan dan dilaporkan kembali ke Direksi.  

Dengan keluarnya surat tersebut, EW menyimpulkan bahwa usulan OSCO yang bersifat strategis tidak disetujui Dekom, dan Dekom menyetujui pola Non-OSCO yang bersifat rutin. EW meminta Dirsar selaku Direksi yang bertanggung jawab untuk bidang tersebut agar menindaklanjuti. Selama tahun 2002 Dirut tidak lagi terlibat dalam pengambilan keputusan apapun atas permasalahan ini.

26. Atas perintah terdakwa tersebut, Margo Santoso membentuk Tim Re-evaluasi dan Negosiasi dengan menerbitkan SK GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang Nomor: 005.K7021/GMD.IV/2002 tanggal 31 Januari 2002 untuk melakukan kajian ulang atas hasil analisa Tim EOSPKP, berdasarkan SK tersebut sejak tanggal 1 Februari 2002 Tim Re-evaluasi dan Negosiasi melakukan pertemuan-pertemuan dengan Ir Gani Abdul Gani yang dibiayai oleh PT. Netway Utama sehingga pada tanggal 13 Desember 2002 Tim membuat laporan dengan kesimpulan antara lain :

  • Penunjukan langsung PT. Netway Utama secara hukum dapat dibenarkan untuk Roll Out dengan teknologi yang sudah ada client- server bukan dengan teknologi three tier;
  • Jangka waktu Outsourcing Roll Out CIS RISI adalah 24 bulan;
  • Biaya personil dan non personil hasil negosiasi dengan PT Netway Utama disepakati sebesar Rp 155.000.000.000,- (Seratus lima puluh lima milyar rupiah ) dihitung berdasarkan harga satuan yang diajukan oleh PT Netway Utama dan untuk sementara dianggap sebagai take home pay karena PT. Netway Utama belum dapat menyerahkan payroll;
  • Biaya lisensi sebesar Rp 35.000.000.000,- ( Tiga puluh lima milyar rupiah ) tidak dapat dijustifikasi oleh Tim karena belum mempunyai dasar perhitungan sesuai dengan peraturan pemerintah dan bersifat sangat spesifik;

Tanggapan:

Kegiatan pembentukan Tim dan negosiasinya dengan Netway merupakan kegiatan Disjaya dan Tangerang, keikutsertaan pejabat PLN Pusat dalam tim adalah untuk menjembatani 3 kepentingan, yaitu kepentingan Ditren menyangkut teknologi IT dan CIS IBP, kepentingan Ditsar mengenai aspek pelayanan dan management of change nya dan Ditkeu menyangkut TUL dan integritas sistim pengelolaan pendapatan.

27. Terdakwa setelah menerima laporan Tim Re-evaluasi dan Negosiasi, memerintahkan Margo Santoso menggunakan laporan Tim tersebut sebagai dasar pelaksanaan pengadaan Jasa Outsourcing Roll Out CIS RISI PT PLN Disjaya dengan metode penunjukan langsung, selanjutnya Margo Santoso menerbitkan SK GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang Nomor : 007.1.K/021/GMD.IV/2003 tanggal 31 Januari 2003 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Langsung dan Nota Dinas Nomor 002.3/061/D.IV/2003 tanggal 17 Februari 2003 yang isinya memerintahkan Tim Penunjukan Langsung segera memproses administrasi dan negosiasi pengadaan jasa pekerjaan tersebut dengan cara penunjukan langsung kepada PT. Netway Utama.

 Tanggapan:

EW tidak pernah memerintahkan  penggunaan laporan Tim RE & N untuk ditindak lanjuti dengan pembentukan tim baru. Seperti dijelaskan diatas, sejak 2002 EW praktis tidak mengikuti proses pengambilan keputusan mengenai CIS RISI karena sudah ditangani oleh Dirsar sesuai pembagian tanggung jawab Direksi. MS tidak melaporkan hasil tim RE & N dan tidak menjelaskan mengapa Tim RE & N memutuskan menghentikan negosiasi. EW juga tidak mendapat informasi apakah ada kaitan pesan Komut Luluk Sumiarso agar negosiasi CIS RISI dihentikan dalam RDekom 3 Des 2002 dengan penghentian negosiasi oleh  Tim seperti ditulis dalam laporan 14 Desember 2002.

28. Atas dasar SK dan Nota Dinas tersebut, Tim Penunjukan Langsung hanya melaksanakan tugas-tugas adminstratif dalam rangka penyusunan dan penandatangan dokumen pengadaan secara formalitas, dan dalam penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) Tim hanya menggunakan data audited payroll yang diberikan PT. Netway Utama tanpa melakukan klarifikasi kebenarannya, kemudian menetapkan harga penawaran senilai Rp 142.791.000.000.- ( Seratus empat puluh dua milyar tujuh ratus sembilan puluh satu juta rupiah ) yang dicantumkan dalam BA Negosiasi Harga Nomor: 01/BA-NH/TPL CISI-RISI/KD/2003 tanggal 22 Mei 2003 tanpa melakukan proses negosiasi.

Tanggapan:

Penilaian Tim PL hanya melaksanakan tugas  administratif dalam rangka penyusunan dan penandatangan dokumen pengadaan secara formalitas menurut hemat EW tidak berdasar.   Tim berhail menurunkan dari 155 Milyar menjadi 137 Milyar dan kemudian turun lagi menjadi 125 Milyar menunjukkan kinerja Tim.

29. Selanjutnya, hasil kerja Tim Penunjukan Langsung beserta seluruh dokumen pengadaan dilaporkan oleh Margo Santoso kepada Sunggu Aritonang selaku Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan melalui surat Nomor : 1240.1/061/D.IV/2003 tanggal 11 Juni 2003 dan surat Nomor : 1798/061/D.1V/2003 tanggal 16 September 2003 yang tembusannya disampaikan kepada terdakwa.

 Tanggapan:

Proses ini sudah benar, karena masalah CIS RISI merupakan lingkup tanggung jawab dari Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan, sehingga Diraga adalah pihak yang harus menindaklanjuti surat ini. Tembusan disampaikan tidak saja pada Dirut tetapi kepada Dir T & D, Dir Keu, Dir Kit & EP serta Dir SDM & Org. ,(seluruh anggota direksi ).

30. Terdakwa pada tanggal 9 Oktober 2003 menerbitkan SK Dirut PT. PLN Nomor : 1335.K/440/DIR/2003 yang mengangkat Fahmi Mochtar selaku GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang menggantikan Margo Santoso dan selanjutnya memerintahkan Margo Santoso melalui Sunggu Aritonang untuk membuat pernyataan yang isinya seolah-olah menerangkan bahwa proses kajian terhadap proposal PT. Netway Utama dan proses penunjukan langsung yang telah dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan. Sehingga pada tanggal 10 Oktober 2003 Margo Santoso menerima konsep Surat Pernyataan Nomor : 014.Spn/061/D.IV/2003 dari Ronal Djaja Ibrahim selaku Manajer Marketing PT. Netway Utama untuk ditandatanganinya.

 Tanggapan:

EW tidak pernah memerintahkan MS langsung atau melalui siapapun untuk membuat pernyataan  014.Spn/061/D.IV/2003 . Proses melengkapi usulan sepenuhnya ditangani oleh Diraga dan DD STI.

31. Terdakwa pada tanggal 14 Oktober 2003 melalui surat Nomor : 02924/061/Dirut/2003 kembali mengajukan permintaan ijin prinsip kepada Dewan Komisaris PT. PLN untuk menunjuk langsung PT. Netway Utama dalam melaksanakan implementasi Outsourcing Roll Out CIS RISI di PT. PLN Disjaya secara multiyears  atau dalam jangka waktu 24 (duapuluh empat) bulan yang anggarannya sudah diajukan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2004 sebesar Rp 100.000.000.000,- ( Seratus milyar rupiah ) ,yang mana Dewan Komisaris melalui surat Nomor : KS.Pst/DKPLN/2003 tanggal 07 November 2003 memberikan jawaban bahwa Dewan Komisaris belum dapat memberikan persetujuan terhadap harga kontrak yang diajukan terdakwa sehingga Dewan Komisaris meminta agar dilakukan penelitian kewajaran harga melalui independent review dari pihak ketiga dan hasilnya dilaporkan kembali kepada Dewan Komisaris.

 Tanggapan:

Surat Nomor : 02924/061/Dirut/2003 tanggal 14 Oktober 2003  disiapkan oleh Diraga sebagai tindak lanjut dari rapat Direksi 6 Oktober 2003 yang menyetujui usulan Disjaya untuk ditindaklanjuti setelah dilengkapi kajian hukum konsultan independent Remy Darus. EW menandatangani surat tersebut dalam kapasitas mewakili Direksi.

JPU menggunakan kata “kembali mengajukan permintaan ijin prinsip penunjukan langsung..”. Hal tersebut tidak benar, surat ini adalah pengajuan ijin multiyears yang pertama kali diajukan oleh Direksi. Seluruh Proses pengkajian usulan Disjaya dan persiapan sampai ke sidang Direksi  dan dilanjutkan ke Dekom dan RUPS disiapkan oleh Diraga/DDSTI.

Selanjutnya sebelum Dekom menjawab surat tersebut telah dipresentasikan  dalam RK Dekom- Direksi ke 13 tgl 29 Oktober 2003 oleh Diraga. Koordinasi mengenai masalah CIS RISI dengan Dekom dan RUPS dilakukan oleh Diraga.

32. Atas surat jawaban dari Dewan Komisaris tersebut, Sunggu Anwar Aritonang dengan sepengetahuan terdakwa meminta Fahmi Mochtar untuk melakukan negosiasi ulang harga kontrak dengan PT. Netway Utama, selanjutnya Fahmi Mochtar memerintahkan Tim Penunjukan Langsung yang diketuai Budi Harsono untuk melakukan negosiasi ulang, kemudian tanpa melibatkan Anggota Tim Panitia lainnya Budi Harsono dan Gani Abdul Gani menyepakati penurunan harga kontrak dari senilai Rp 142.791.000.000.- (seratus empat puluh dua milyar tujuh ratus sembilan puluh satu juta rupiah ) menjadi Rp. 137.132.000.000,- (seratus tiga puluh tujuh milyar seratus tiga puluh dua juta rupiah) yang dicantumkan dalam Berita Acara Nomor: 02/BA-NH/TPLCISRISI/KD/2003 tanggal 12 November 2003 dan atas kesepakatan penurunan harga kontrak tersebut Fahmi Mochtar melaporkan kepada terdakwa dengan surat Nomor : 2087/06l/DIV/2003 tanggal 13 November 2003.

 Tanggapan:

Surat Diraga nomor 00765/334/DITNIAGA/2003 ke GM Disjaya yang berisi permintaan negosiasi ulang tidak memerlukan persetujuan Dirut terlebih dahulu sebelum dikirim oleh Diraga, Direksi cukup memperoleh tembusan sesudahnya.

33. Selanjutnya, terdakwa tanpa sepengetahuan direksi mengirimkan surat Nomor : 03282/061/Dirut/2003 tanggal 14 November 2003 kepada Dewan Komisaris PT. PLN untuk meminta persetujuan ijin Roll Out CIS RISI dengan menyatakan bahwa Direksi berkesimpulan harga kontrak senilai Rp 137.132.000.000,- (seratus tiga puluh tujuh milyar seratus tiga puluh dua juta rupiah ) adalah wajar padahal penentuan harga tersebut tidak melalui rapat Direksi.

 Tanggapan:

Surat ini disiapkan dan diparaf oleh Diraga sebelum ditandatangani Dirut. Dirut menandatangani dalam konteks mewakili Direksi sesuai amanat Anggaran Dasar. Hal ini sudah sesuai prosedur, seluruh anggota Direksi memperoleh tembusannya. Mengenai harga kontrak sebesar Rp 137.132.000.000,- yang oleh Diraga telah dianggap wajar, hal itu telah sesuai dengan surat GM Disjaya yang melampirkan kesimpulan Tim Negosiasi  setelah membandingkan harga dengan kontrak Soluziona. Penentuan harga ini tidak perlu melalui rapat Direksi lagi karena Direksi melalui Rapat tanggal 6 Oktober telah setuju meneruskan usulan ke Dekom dengan harga sebelum negosiasi ulang yaitu Rp 142.791.000.000,- ( lebih tinggi ).

34. Atas dasar surat terdakwa tersebut, Dewan Komisaris melalui surat Nomor : 19.Pst/DK-PLN/2003 tanggal 21 November 2003 memberikan jawaban bahwa Dewan Komisaris menilai masih perlu dilakukan penghematan terhadap beberapa unsur biaya seperti biaya sewa kendaraan, biaya kantor, biaya komunikasi dan training board sehingga belum dapat memberikan persetujuan, namun terdakwa dalam surat Nomor : 03618/06l/Dirut/2003 tanggal 22 Desember 2003 kepada GM PT. PLN (Persero) Disjaya dan Tangerang menyatakan seolah-olah Dewan Komisaris telah member persetujuan sehingga untuk efektifitas pelaksanaan Outsourcing Roll Out CIS RISI terdakwa memerintahkan Fahmi Mochtar membentuk Kepanitian yang baru dengan melibatkan anggota Tim Renegosiasi yang lama.

Tanggapan:

JPU telah salah mengartikan makna surat nomor : 19.Pst/DK-PLN/2003 tanggal 21 November 2003. Dekom telah menyatakan dukungannya atas usulan kontrak pelaksanaan Roll Out CIS RISI ke seluruh Disjaya.  Mengenai masih adanya beberapa unsur biaya yang menurut penilaian masih dapat dihemat, Dekom telah memberi jalan keluarnya yaitu penyusunan kontrak dengan pola on actual basis dan evaluasi setiap 6 bulan. Selanjutnya karena proses di Dekom telah final , surat tersebut ditembuskan oleh Dekom ke GM Disjaya dan RUPS/Menteri BUMN, UP Deputi UPISET.

35. Berdasarkan surat terdakwa tersebut, Fahmi Mochtar membuat Surat No.047/061/D.IV/2004 tanggal 16 Januari 2004 tentang Penunjukan PT. Netway Utama sebagai Pelaksana Pekerjaan Jasa Outsourcing Roll Oui CIS RISI di seluruh Area Pelayanan dan Kantor Distribusi PT. PLN Disjaya dan Tangerang dengan nilai pekerjaan Rp 137.132.000.000,- ( Seratus tiga puluh tujuh milyar seratus tiga puluh dua juta rupiah ) serta membentuk Tim Penyusunan Kontrak dengan SK GM PT. PLN Disjaya dan Tangerang Nomor : 012.K/02l/GMS.IV/2004 tanggal 10 Februari 2004 yang diketuai oleh Hariyanto.

Tanggapan:

Berdasar SK 038/1998 jo SK075/2000, proses selanjutnya setelah diperoleh ijin multiyears dari Dekom dan RUPS dilanjutkan dengan proses penyusunan kontrak yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab Disjaya.

36. Terdakwa selama masa proses penyusunan kontrak berulang-ulang menghubungi Fahmi Mochtar dan mendesak agar segera menandatangani kontrak dengan PT. Netway Utama dan untuk itu terdakwa menerbitkan Surat Kuasa Khusus Nomor ; 00I6-1. SKu/020/Dirut/2004 tanggal 26 Maret 2004, sehingga Fahmi Mochtar bersama Gani Abdul Gani pada tanggal 29 April 2004 menandatangani surat perjanjian kerjasama Outsourcing Roll Out CIS RISI antara PLN Disjaya dengan PT. Netway Utama Nomor : PLN Disjaya 122.PJ/061/D.IV/2004 dan Nomor : PT Netway Utama Nomor : 800/Net/PJR/IV/2004 dengan jangka waktu pelaksanaannya 24 bulan (multiyears) tanpa adanya persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), padahal sesuai dengan Anggaran Dasar PT. P LN (Persero) Tahun 1998 terhadap perjanjian kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain yang mempunyai dampak keuangan bagi Perseroan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau 1 (satu) siklus usaha hanya dapat dilakukan Direksi setelah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham dan persetujuan tersebut diberikan setelah mendengar pendapat dan saran dari Komisaris dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

 Tanggapan:

Tidak benar bahwa selama masa penyusunan kontrak EW berulang-ulang menghubungi FM dan mendesak ditandatanganinya kontrak, tidak benar pula bahwa penandatanganan SKK no… adalah dalam rangka mendesak FM agar kontrak segera ditandatangani.  SKK  ditandatangani EW setelah FM menjelaskan bahwa SKK tersebut dibutuhkan untuk mewakili PLN dalam mengurus Hak Cipta di pengadilan, dan hal ini oleh EW dikonfirmasikan kepada Sdr. Rex Panambunan VP Hukum, yang kemudian memberikan paraf persetujuan.

37. Bahwa atas perjanjian kerjasama Outsourcing Roll Out CIS RISI tersebut PT. Netway Utama mendapatkan pembayaran secara bertahap sejak bulan Juni 2004 sampai dengan bulan Mei 2006 hingga seluruhnya berjumlah Rp 92.278.045.753,26 ( Sembilan puluh dua milyar dua ratus tujuh puluh delapan juta empat puluh lima ribu tujuh ratus lima puluh tiga rupiah dua puluh enam sen) setelah dipotong pajak, padahal pembebanan biaya yang seharusnya atas pengadaan tersebut adalah Rp 46.089.008.416.67 ( Empat puluh enam milyar delapan puluh sembilan juta delapan ribu empat ratus enam belas rupiah enam puluh tujuh sen) sehingga selisihnya sebesar Rp. 46.189.037.336,59.- (Empat puluh enam milyar seratus delapan puluh sembilan juta tiga puluh tujuh ribu tiga ratus tiga puluh enam rupiah lima puluh sembilan sen) telah memperkaya Gani Abdul Gani atau PT. Netway Utama yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara sejumlah Rp. 46.189.037.336,59.- ( Empat puluh enam milyar seratus delapan puluh sembilan juta tiga puluh tujuh ribu tiga ratus tiga puluh enam rupiah lima puluh sembilan sen) sebagaimana surat Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor : SR-176/D6/02/2011 tanggal 16 Februari 2011, perihal Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Outsourcing Roll Out Customer Information System – Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) pada PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Tahun 2004 -2006.

 Tanggapan:

EW tidak dapat memberi komentar karena hal kerugian Negara ini tidak pernah ditanyakan dalam proses penyelidikan maupun penyidikan. Mengingat bentuk kontrak sesuai arahan RUPS adalah at cost, transparent dan auditable maka dalam pelaksanaannya  pembayaran hanya atas pekerjaan yang direalisasikan, sehingga tidak mungkin pembayaran atas aktifitas fiktif dilakukan, apalagi dalam skala yang hampir mencapai 50 % dari pekerjaan. Dalam BAP EW telah menjelaskan manfaat yang diperoleh dari selesainya roll out CIS RISI ini bagi PLN yang jauh lebih besar daripada total biaya yang dikeluarkan.   

38. Bahwa berdasarkan data Business Plan 2005 -2007 PT. Netway Utama tercatat ada pemberian-pemberian uang kepada Pejabat PT. PLN antara lain : kepada terdakwa sebesar Rp 2.000.000.000,- (Dua milyar rupiah ) , Margo Santoso sebesar Rp 1.000.000.000,- ( Satu milyar rupiah ) dan Fahmi Mochtar sebesar Rp 1.000.000.000,- ( Satu milyar rupiah ) yang berasal dari hasil pembayaran PT. PLN Disjaya dan Tangerang kepada PT. Netway Utama, sehingga telah memperkaya diri terdakwa atau orang lain yaitu Margo Santoso atau Fahmi Mochtar.

 Tanggapan:

Tuduhan ini tidak benar, tidak  ada dana dari Netway yang diberikan/diterima EW .


Surat Dakwaan CIS RISI

 

 

SURAT DAKWAAN
Nomor: Dak-19/2V08/2011
TERDAKWA
Ir EDDIE WIDIONO SUWONDHO. Msc
JAKARTA, 03 AGUSTUS 2011
Untuk melihat Surat Dakwaan No: Dak-19/2V08/2011 dengan lengkap silahkan klik link dibawah ini:
1. Surat Dakwaan CIS RISI